Berdasarkan data keamanan siber Microsoft pada akhir 2018, Indonesia berada di posisi ke-3 negara yang paling banyak terkena malware di perangkat PC. Berdasarkan data internal pusat keamanan siber perusahaan di Washington, AS, serangan siber yang paling banyak menyerang Indonesia adalah jenis malware.
"Lebih banyak ke malware, malware itu sesuatu yang sangat tinggi. Jika saya lihat dari data Microsoft itu very clear Indonesia ada di top 3," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia Haris Izmee di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (26/6).
Namun, saat ditanya lebih lanjut terkait peringkat negara yang paling bayak terkena serangan siber, Haris tidak menjawab dengan pasti. Ia juga tidak mengungkap jenis serangan lain selain malware yang kerap menyerang Indonesia.
Lihat juga: Bill Gates Buat Pengakuan, Tak Bisa Tandingi Android
Menurut Haris, sebanyak 83 persen serangan malware berasal dari perangkat lunak ilegal yang ada di Indonesia. Kendati demikian, pihaknya kini melihat masyarakat Indonesia sudah mulai sadar untuk menggunakan software asli.
"[Faktanya] kalau dari segi statistik, sekitar 83 persen software di Indonesia ini ilegal. Tapi masyarakat Indonesia ini mulai mengapresiasi software yang asli," jelasnya.
"Kalau Anda lihat perusahaan software di dunia mereka melakukan research dan development (riset dan pengembangan) untuk mengembangkan software mereka. [Kami harap] apresiasi untuk software yang asli itu tinggi dan sangat membantu untuk mengurangi serangan siber tadi," lanjut Haris.
Menyoal sikap Microsoft terkait perangkat lunak ilegal yang beredar di internet termasuk beberapa produk Microsoft sendiri, Haris mengatakan bahwa perusahaan melakukan banyak kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan perangkat lunak yang asli.
Lihat juga: Microsoft akan Luncurkan Perangkat Lipat dengan Android OS
Selain itu, Microsoft Indonesia juga melakukan serangkaian edukasi dan banyak berdialog dengan asosiasi dan pemerintah.
"Banyak usaha yang dilakukan, kita lakukan banyak kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk gunakan software asli. Kita juga banyak lakukan edukasi, kita banyak dialog dengan asosiasi sama pemerintah seperti seruan untuk mengganti sering password," tutur Haris.
Namun, Microsoft tidak dapat menjelaskan secara teknis apakah ada ciri khusus aplikasi yang telah tertanam malware namun Haris mengatakan biasanya ketika pengguna menggunakan perangkat lunak ilegal, peretas telah memasukkan sebuah aplikasi mini tertentu yang bisa membuka data pengguna.
"Yang bisa saya sharing jadi ketika Anda menggunakan ilegal software, sudah ada tertanam seperti sebuah aplikasi mini tertentu yang bisa membuka data Anda. Memang kelihatan normal tapi dibelakangnya banyak data yang akan diambil," pungkasnya. (din/eks)
Post a Comment