BPN Sindir Faldo: Kalau Tidak Optimis Tak Usah Jadi Manusia


 Anggota tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Nicholay Apriliando menyindir kader Partai Amanat Nasional (PAN) Faldo Maldini. 


Sebelumnya, Faldo yang merupakan juru bicara BPN, menyebut Prabowo-Sandi bakal sulit menang di Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pilpres 2019.

"Ya itu tanya dia kenapa dia ngomong begitu. Tapi kalo Kami optimis. Itu aja. Manusia kalau enggak optimis enggak usah jadi manusia," ucap Nicholay di Media Center BPN, Jakarta, Senin (17/6).


Nicholay menegaskan bahwa BPN tetap optimis permohonannya dikabulkan MK. Dia yakin kecurangan dan pelanggaran begitu banyak terjadi sehingga bisa disebut terstruktur, sistematis, dan masif.

"Dalam satu perjuangan kalau enggak optimis ngapain kita berjuang. Mending pakai sarung," kata Nicholay.



Hal senada diutarakan Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi Priyo Budi Santoso. Dia enggan menanggapi serius apa yang diucapkan Faldo.

"Saya melihat Faldo ini sebetulnya potensial ke depan mudah mudahan dia banyak belajar untuk menjaga. Tapi ini pilihan tapi mungkin maksudnya baik tapi saya menghormati," kata Priyo.

Priyo enggan mengkritisi siap Faldo yg mana merupakan bagian dari BPN. Dia lebih suka menyerahkan bagaimana publik menilai sikap Faldo tersebut. Terutama dari segi etika.

"Jelas kemarin Faldo dari PAN adalah andalan jubir dari 02. Sekarang komentar begitu ya terserah saya enggak ikut, saya hormati," kata Priyo.


Sebelumnya Faldo mengatakan Prabowo-Sandiaga tidak akan memenangkan gugatan pilpres 2019 di MK. 

"Di video ini, gua akan menjelaskan tentang peluang Pak Prabowo di MK, dan menurut gua Pak Prabowo-Sandi enggak akan menang di Mahkamah Konstitusi," ujarnya melalui akun Youtube pribadinya, Senin (17/6).

Faldo menjelaskan salah satu alasannya berdasarkan data suara kekalahan Prabowo. Secara kuantitatif, kekalahan Prabowo-Sandi sekitar 17 juta suara. Untuk membuktikan terjadi kecurangan itu, tim Prabowo harus dapat membuktikan sebanyak 50 persen dari 17 juta suara tersebut. 

"Nah dari 17 juta lu bagi jadi dua misalkan,butuh 8,5 tapikan setidaknya lu butuh sembilan juta bahwa ada potensi kecurangan dalam perhitungan nih yang itu dibuktikan dengan C1 asli yang dimiliki oleh saksi nah 9 juta suara," tuturnya. 



Untuk mendapatkan sembilan juta suara, kata Faldo, harus dibagai rata setiap TPS. Dia pun mencontohkan dengan memasukan angka 250 suara di setiap TPS. Selanjutnya, sembilan juta dibagi dengan jumlah angka di setiap TPS sehingga mendapatkan 36 ribu TPS yang menunjukkan Prabowo menang 100 persen. 

"Bayangin kalau misalkan menangnya enggak 100 persen berarti TPS-nya harus di atas 36 ribu dong. Kalau misalnya Prabowo-Sandi cuma menang 50 persen di 36 ribu itu, maka ada penjumlahan jumlah TPS yang lu butuhin C1-nya, kalau seandainya menangnya tidak 100 persen. Semakin kecil kemenangan Prabowo-Sandi semakin banyak TPS yang dibutuhin," tuturnya.