Tina Toon, Wakil Rakyat yang Sempat Tolak 'Nyaleg'

Nama Agustina Hermanto alias Tina Toon kembali santer terdengar usai terpilih menjadi anggota DPRD DKI lewat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). 

Mengenakan blazer pink dan celana putih, mantan penyanyi cilik yang populer dengan lagu Bolo-Bolo ini datang ke Universitas Tarumanegara beberapa pekan lalu untuk menjadi pembicara. Ketika memasuki lobi Fakultas Hukum, ia menyapa CNNIndonesia.com yang sudah menunggu beberapa saat untuk wawancara. 

"Halo, Tina Toon. Wawancaranya di mana? Duduk di situ kali ya?" kata Tina memperkenalkan diri sembari menunjuk sofa di lobi gedung tersebut.


   BERITA SELEBRITI PILIHAN LAINNYA
Isabela Moner, 'Dora' Remaja yang Berkarier Sejak Belia
Glenn Fredly Pamer Foto Pernikahan dengan Mutia Ayu
Wawancara berlangsung sekitar 40 menit. Wanita kelahiran tahun 1993 itu bercerita tentang tentang proses masuk PDIP dan bagaimana ia awalnya mendaftar jadi caleg DPRD DKI. 

Tina mengaku menyukai politik sejak sekolah dan sering ikut lomba debat untuk mengasah kemampuannya. Menurut Tina, orang tuanya sudah memprediksi sebelumnya ia akan terjun ke dunia politik saat dewasa.


Pernah membayangkan menjadi politisi saat kecil?
Sebetulnya memang passion dari kecil di situ (politik). Waktu kecil sering (ikut) debat di sekolah, pernah ikut tanding di Universitas Indonesia atau jadi perwakilan Indonesia.

Ibu saya bilang, 'Kamu kayaknya nanti ujungnya di politik'. Karena orangnya yang lebih suka kritis. Cuma ya berjalannya waktu, saya sih enggak nyangka itu sekarang. (Saat kuliah) Tadinya saya mau ambil Jurusan Hukum, jadi Jurusan Komputer (S1) terus S2 (Jurusan) Hukum di sini (Universitas Tarumanegara). 


Bagaimana dan kapan Anda masuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)?
Kalau PDIP, dari dulu saya merasa bahwa garis perjuangannya itu dari Bung Karno itu nyambung dan ideologinya nyambung. Jadi selalu Pancasila, Pancasila, Pancasila. 

Terus waktu zaman dari Orba sampai sekarang, pokoknya perjuangannya untuk orang kecil. Terlepas kelebihan dan kekurangan, tiap partai itu kan dalam partai yang sangat besar, semakin besar banyak oknum, dan lain-lain. Hanya saja visi misinya harus sama, karena kalau kita mau maju, rodanya partai, kita perpanjangan tangannya kan, jadi harus yang satu visi misi.


Sebelum bergabung PDIP, apa ada partai lain yang menawarkan?
Ada, sebelumnya ada satu partai. Sebelum bergabung total (ke PDIP). Saya sudah memilih PDIP, tapi belum punya KTA (Kartu Tanda Anggota). Ada dua sampai tiga yang menawarkan. 

Memang komitmen awal saya bukan jadi vote gather, bukan untuk nyaleg dan gagal karena musim kampanye doang, tapi memang mau serius.

Tadinya, Tina Toon dikenal sebagai penyanyi anak-anak. (Detikcom/Gusmun)

Bagaimana cerita Anda bisa menjadi caleg DPRD DKI?
Saya daftar sendiri, bikin ke DPD Tebet sendiri. Kalo ber KTA-nya sih baru di 2016 apa 2017 gitu. Kalau ikutan agenda partai sudah lama, dari mulai kuliah S2, 2014-2015.

Sejak ambil S2 Hukum, waktu itu sudah ada kenalan sama teman-teman yang kebetulan juga senior di partai, ada juga yang anak-anak muda tergabung di sayap-sayap partainya. Jadi baru heboh kemaren pas nyaleg.


Siapa yang menentukan untuk menjadi Caleg DPDR DKI, partai atau Anda?
Waktu awal interview sama Ketua DPD, karena saya masuk melalui DPD DKI Jakarta, langsung (ditawari) DPR RI, mungkin karena artis kali ya jadi pasti lebih ngangkat. 

Saya bilang saya enggak mau nyaleg. Saya hanya mau mendukung internal, terus belajar sambil mendukung teman-teman yang sudah maju, begitu saja. 

Saya tetap enggak mau, sampai saya daftar telat di internal. Karena dari interview ditawari DPR enggak mau, akhirnya DPRD. Terus mundur lagi, karena saya pikir kayaknya ini bukan waktunya. Masih banyak yang harus saya selesaikan, cuma entah kenapa kayak berdoa saja, apakah ini harus saya ambil sekarang.

Kedua, saya berdiskusi dengan banyak orang, akhirnya ya waktu itu cuma berpikir, 'ya sudah deh kalau memang kita bisa banyak berbuat di sini, kenapa enggak, dan waktunya sekarang kalau berhasil ya kita jalani, kalau enggak ya bisa coba lagi'. Sampai akhirnya daftar DPRD.

Seleksinya lumayan ketat. Saya dapat nomor 5, enggak dispesialkan. Aku perempuan kan, secara 30 persen harus perempuan.

Programnya mau apa saja, itu ada semua (dalam interview). Dapil-nya Jakarta Utara, saya tinggal di Kelapa Gading, saya perbaiki Dapil saya dan daerah Cilincing, Koja. Terus pokoknya di situ semuanya, jadi kayak orang tes mau kuliah lagi.


Dalam surat suara tertulis Agustina Hermanto (Tina Toon). Apakah itu strategi agar dikenal pemilih?
Itu bonus sih buat saya. (Tapi) di akta lahir saya Agustina Hermanto, di KTP saya Agustina H, di paspor saya Agustina dan di KK Agustina Hermanto. Jadi di dokumen ini beda-beda, kesulitan saat di KPUD. 

Semua yang mengurus DPRD, pada tanya 'Mbak ini gimana? Namanya mau pake yang mana?'. Akhirnya pada saat itu Putra Nababan (menawarkan) teman-teman yang seniman untuk menggunakan nama beken. Tapi harus diurus juga di pengadilan. Saya tambahkan sekalian Tina Toon.

Nama Tina Toon saya pakai dari umur 4 tahun, dan dalam kontrak segala macam juga Tina Toon. Akhirnya udah bisa ternyata, jadi harusnya kan Agustina H., S.Kom, M.H. Aku bilang, gelarnya enggak usah dipakai, pakai saja nama beken.


Apa nama itu berhasil mendongkrak nama Anda?
Iya, itu memang, soalnya enggak ada foto.

Apa perubahan yang ingin Anda lakukan saat masuk DPRD? Pada Komisi apa Anda ingin bekerja?
Komisi E, karena kan banyak berhubungan dengan masyarakat terutama pendidikan kesehatan. Kemudian banyak titipan juga, aspirasi-aspirasi pas saya turun, itu dari warga.

Seperti anaknya di sekolah negeri, enggak bisa nebus sertifikat, buku pada bisa beli, KJP atau Kartu Sehat dan Kartu Pintar belum bisa. Fasilitas pendidikan, kesehatan juga, karena ada beberapa di rumah sakit harus diawasi dan dibenahi.

Tina Toon memilih bergabung di Komisi E karena banyak berhubungan dengan masyarakat. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Apa Anda punya ide untuk mengatasi polusi di Jakarta?
Kemarin sudah ada yang dari Gubernur untuk polusi, tapi harus lebih didalami lagi. Polusi itu banyak persoalannya, mulai dari transportasi, limbah, itu banyak banget. 

Harus dikaji ulang lagi (misalnya) ganjil genap banyak yang komplain, terutama pedagang karena otomatis lewat Kelapa Gading banyak kena. 

Sebagai DPRD kan mengawasi, kontrol, menganggarkan. Kalau memang itu bagus solusinya untuk Jakarta lihat dari statistik saja. Kalau turun ya silakan dilanjut, kalo enggak ya harus dikaji ulang tempat-tempatnya supaya roda ekonomi enggak terganggu.


Menurut Anda apa yang perlu dikritik dari pemerintahan Gubernur Anies Baswedan?
Kalau sekarang aku intinya setelah dilantik, ya baru lebih kepada kerja nyata saja, apa yang memang dari saya pribadi, dari fraksi itu ada kekurangan dan lain-lain. 

Jadi banyak berita misalnya 'Tina, kritiknya apa untuk ini?' saya ngomong nih di berita. Akhirnya jadi bahan bully, tapi solusinya apa enggak ada. Jadi menurut saya kalau ada kritik apapun itu kita lihat secara kajian, secara mendalam, karena aku sekarang sudah jadi bagian dari itu, bukan netizen saja.


Berarti kritik Anda nanti berdasarkan data?
Berdasarkan data, kalau saya lebih setuju itu.