Kabinet Baru Jokowi, Pengamat: Ada Indikasi Lawan Politik Minta Diakomodasi

INFOKAMIPresiden Joko Widodo (Jokowi) diingatkan untuk disiplin dalam mengakomodasi tuntutan kalangan pendukukng saat tentukan jatah menteri di kabinet baru pada periode kedua masa jabatannya 2019-2024.
Hal tersebut disampaikan Pengamat politik Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago saat mengisi diskusi bertema 'Ribut Rebut Kursi Kursi Menteri' di D'consulate Resto n Lounge, Jakarta Pusat, Sabtu (6/7/2019) siang.


"Presiden Joko Widodo harus tetap disiplin tempatkan orang. Misalnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengajukan sepuluh nama atau Nasdem 11 nama untuk duduk di jabatan menteri," katanya.
Namun, Pangi menegaskan keputusan untuk mengakomodasi pengajuan nama kader terbaik parpol yang akan membantu pemerintahan Indonesia ke depan, sepenuhnya ada di tangan Joko Widodo.
Pangi mengatakan pengajuan nama-nama kader partai politik pendukung merupakan hal wajar usai "peperangan politik" dalam Pilpres.
"Misalnya Nasdem ngotot ingin tetap pegang kursi Jaksa Agung. Dia tahu posisi ini penting," katanya.
Pangi juga mengemukakan hasil kajian Voxpol menunjukan, jabatan Jaksa Agung sangat menguntungkan Nasdem dalam mendongkrak perolehan kursi di sejumlah daerah.
"Setelah saya pelajari kenapa Nasdem kursinya naik, banyak kepala daerah bermasalah secara hukum, tapi mereka merapat ke Nasdem kemudian jadi kepala daerah. Itu berhasil membawa Nasdem 'leading' di papan atas sekarang," katanya.
Tak hanya itu, Pangi juga mengungkap adanya indikasi dari sejumlah partai yang sebelumnya menjadi lawan politik Joko Widodo selama kontestasi Pilpres 2019, mulai merapat ke pemerintah untuk minta diakomodasi dalam susunan kabinet baru.
"Belum lagi ada parpol yang mencoba masuk di tengah jalan," katanya.
Tingginya perebutan kursi di kabinet baru, kata Pangi, bisa saja diantisipasi dengan menambah kementerian atau jabatan baru dalam susunan kerja pemerintah ke depan.
"Dulu Susilo Bambang Yudhoyono mengakali dengan wakil menteri, itu untuk mengakomodasi kepentingan. Kalau ada nomenklatur baru itu bisa saja. Kalau memang penting, silakan saja menambah kementerian baru," ujarnya.