Tahun Babi Tanah, China Diminta Kurangi Makan Daging Babi

 Ketika masyarakat China merayakan Tahun Baru Imlek di tahun Babi Tanah, Selasa  sebuah kampanye dengan satu misi khusus pun digelar
Mereka mendesak warga China untuk mengurangi konsumsi babi dan membantu menyelamatkan planet bumi. 

Kampanye ini bukan tanpa alasan. China mengonsumsi daging babi lebih banyak daripada negara lainnya. Tak cuma itu, negara tersebut juga menyumbang separuh dari konsumsi daging babi di dunia untuk diolah menjadi pangsit, tumisan, hingga hot pot. 


Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) AS China menjadi penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. China bertanggung jawab atas 14,5 persen dari emisi rumah kaca global. 

"Emisi China bisa berkurang hampir 10 persen di dekade berikut jika Orang China hanya makan setengah dari konsumsi total mereka saat ini," kata Jen Leung, direktur iklim China di WildAid, dikutip dari Reuters. 

"Jadi cobalah untuk mengurangi makan daging babi untuk menghormati tahun babi yang sehat," katanya. 

Di Weibo, PETA meluncurkan kampanye untuk mengurangi konsumsi babi dengan tagar 

"Peternakan hewan bertanggung jawab menyebabkan banyaknya efek gas rumah kaca daripada gabungan semua sistem transportasi dunia," ucap juru kampanye PETA Asia Jason Baker. 

Imlek dan daging babi

Liburan Imlek -yang merupakan salah satu hari raya penting dalam kalender China- dirayakan dengan berbagai makanan. 

Banyak restoran memiliki menu khusus untuk menandai hari raya tersebut, dan ini tak lepas dari daging babi. 


Di Hong Kong misalnya, negara yang terkenal dengan dim sum dan daging babi barbeque, mulai mencari alternatif penganan lain. Salah satu restoran bahkan mempromosikan makanan Imlek yang dibuat dari daging babi vegan berbagan kacang kedelai dan kacang polong. 

"Kepercayaan tradisional mengatakan bahwa tak boleh makan hewan yang sama (dengan nama tahun) selama setahun untuk membawa keberuntungan. Jadi di tahun babi tidak boleh makan daging babi," kata Alvin Lee, manager Green Monday, perusahaan sosial yang mempromosikan kehidupan berkelanjutan (sustainable). 

"Tapi yang lebih penting adalah untuk mengatasi masalah keamanan pangan dan mengurangi masalah perubahan iklim," ucapnya merujuk pada wabah demam babi Afrika di peternakan babi di China. 

Hanya saja tak semudah itu menghilangkan kebiasaan makan babi. China sempat mengeluarkan pedoman diet pada 2016 yang merekomendasikan orang-orang untuk mengurangi separuh konsumsi daging mereka. Langkah ini mendapat pujian para pecinta lingkungan. 

Namun para ahli mengatakan bahwa agak sulit untuk meninggalkan daging babi dalam waktu dekat di China, pasalnya daging babi masih terkait dengan kekayaan dan status. 

"Ini cukup menantang karena secara budaya ada banyak nilai yang melekat pada kemampuan seseorang untuk makan daging," kata Beau Damen, ahli perubahan iklim di FAO Bangkok. 

"Tapi yang harus diingat konsumen, pilihan apapun yang dimakan akan memiliki dampak langsung pada lingkungan." (Reuters/chs)