Kelompok Abu sayyaf Esekusi warga Belanda

Seorang warga Belanda yang merupakan seorang pengamat burung, Ewold Horn (59), meninggal di tangan penculiknya yakni kelompok Abu Sayyaf (ASG). Dia ditembak oleh kelompok bersenjata yang menyanderanya sejak tujuh tahun lalu ketika terdesak saat diserbu oleh pasukan Filipina.


Seperti dilansir Associated Press, Jumat (31/5), menurut keterangan Panglima Angkatan Bersenjata Filipina, Brigjen Divino Pabayo Jr., Horn ditembak oleh anggota Abu Sayyaf saat mencoba kabur. Dia terjebak di tengah pertempuran antara militer Filipina dan Abu Sayyaf di hutan dekat kota Patikul, Provinsi Sulu.
"Kami sangat marah karena ASG tidak menghargai hak asasi dan memilih membunuh Ewold Horn daripada melepasnya kepada pasukan pemerintah," kata Pabayo.

Pabayo mengatakan mereka sudah berusaha sebaik mungkin membebaskan Horn dari penyanderaan.


Pabayo menyatakan pasukan Filipina berhasil mengevakuasi jasad Horn. Dalam baku tembak selama dua jam itu, delapan pasukan Filipina terluka. Sedangkan di pihak Abu Sayyaf tercatat enam orang meninggal, termasuk Mingayan Sahiron yang merupakan istri sang pemimpin Radulan Sahiron, dan 12 terluka.


Horn serta dua rekannya asal Swiss, Lorenzo Vinciguerre, dan Filipina diculik pada 2012 ketika dalam perjalanan mengamati burung di Provinsi Tawi Tawi. Sandera Filipina itu berhasil kabur tak lama setelah ditawan.
Sedangkan Vinciguerre baru bisa bebas bertahun-tahun kemudian.

Abu Sayyaf masuk dalam daftar organisasi teroris di Amerika Serikat dan Filipina karena bertanggung jawab terhadap serangkaian penculikan dan penyanderaan, serangan bom, dan pemancungan. Mereka juga menyatakan sumpah setia terhadap ISIS.

Menteri Luar Negeri Belanda, Stef Blok, menyatakan akan meminta klarifikasi dari pemerintah Filipina terkait kabar kematian Horn.

"Saya terkejut atas kenyataan menyedihkan ini," kata Blok.

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, menyatakan turut berduka cita terhadap tewasnya Horn.

"Kami bersumpah memburu pembunuhnya sampai ujung dunia sampai mereka diadili," kata Duterte.